Pertamina menilai harga jual solar di Indonesia sangat murah dan jauh di bawah harga keekonomiannya. Harga keekonomian solar saat ini Rp 18.150 per liter, kata Nicke Widyawati, Presiden Direktur Pertamina.
Sementara itu, Pertamina menjual bahan bakar solar (JBT) jenis tertentu hanya dengan harga Rp 5.150 per liter.
Dengan demikian, ada selisih harga yang harus ditanggung pemerintah berupa subsidi sebesar Rp 13.000 per liter.
Untuk bahan bakar lain, seperti Pertalite, Pertamina saat ini menjual Bahan Bakar Khusus (JBKP) hanya Rp 7.650 per liter.
Menurut Nicke Widyawati, harga ini juga jauh lebih rendah dari harga keekonomian Juli 2022 yang sebesar Rp 17.200 per liter. Artinya ada selisih harga Rp 9.550 per liter yang harus ditanggung pemerintah.
Nick menjelaskan, harga keekonomian BBM dan LPG saat ini melonjak tajam akibat kenaikan tajam harga minyak dunia. Perubahan harga minyak mentah di pasar dunia secara langsung mempengaruhi harga jual BBM di dalam negeri.
Dia mengatakan Indonesia juga telah menerapkan harga patokan untuk minyak mentah Brent. Kami menggunakan harga Indonesian Crude (ICP) yang rata-rata biasanya $2 kurang dari minyak mentah Brent.
“Jadi pergerakan harga minyak mentah Brent atau minyak internasional otomatis menaikkan ICP,” kata Nicke dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komite VI DPR RI, Rabu 6 Juli 2022.
Nicke menambahkan, kenaikan harga minyak dunia baik migas jauh melebihi asumsi yang digariskan dalam APBN dan RKAP Pertamina tahun 2022.
Secara khusus, harga produk BBM dan LPG juga mengalami kenaikan dengan kondisi saat ini.
Pertamina saat ini menjual Pertamax dengan harga Rp 12.500 per liter. Harga keekonomian produk Pertamax per Juli 2022 adalah Rp 17.950 per liter.
Artinya selisih harga jualnya Rp 5.450 per liter. Nicke mengungkapkan pihaknya tetap tidak akan melakukan penyesuaian harga untuk Pertamax.
“Itu juga kita pakai kalau pertamax kita naikkan setinggi itu, akan terjadi konversi ke Pertalite dan itu akan menambah beban negara,” jelas Nicke.
Sementara harga jual elpiji bersubsidi masih Rp 4.250 per kilogram. Padahal harga ekonomisnya Rp 15.698 per kg.
Dengan demikian, selisih harga solar murah yang harus ditanggung pemerintah berupa subsidi sebesar Rs 11.448 per kilogram.
Nicke menjelaskan, saat ini Pertamina terus memantau pergerakan harga di pasar global. Selain itu, pihaknya juga terus berkoordinasi dengan pemerintah untuk menerapkan kebijakan yang tepat.