Akhirnya publik bisa melihat dengan jelas bahwa proyek senilai Rp 1 miliar itu rusak dan tidak bisa dimanfaatkan.
Sampai dengan batas waktu pengerjaan 30 Juni 2021, kontraktor belum menyelesaikan proyek pembangunan sarana dan prasarana air bersih di Pulau Haruku.
Bahkan, PT Kusuma Jaya Abadi Construction yang menjadi mitra proyek ini telah mengucurkan 75% anggaran, dari total Rp 12,4 miliar.
Awalnya, sebelum pekerjaan dimulai, kontraktor diberikan uang muka sebesar 20 persen. Tidak cukup sampai di situ, kemudian mereka diberi tambahan uang 30 persen, sehingga totalnya menjadi 50 persen. Sangat aneh. Dia belum berbuat apa-apa, kontraktor swasta ini sudah mendapat modal Rp 6,2 miliar.
Bahkan baru-baru ini, kontraktor juga telah menguangkan 75 persen dari jangka waktu tersebut, sebesar Rs. 3.120.997.250.
Baca juga: Hari ini KPK terus periksa SKPD Pemkot
Sebuah sumber di media berita maluku di Pemprov Maluku mengatakan, pencairan dilakukan sebelum Idul Fitri. “Hanya 75 persen yang dihabiskan sebelum Idul Fitri,” kata sumber yang meminta tidak disebutkan namanya itu.
Sehingga, sejauh ini tercatat Rp 9,3 miliar telah dikucurkan oleh pemerintah provinsi untuk membiayai proyek yang tersendat itu. Padahal, berdasarkan pantauan di lapangan, lebih dari 25 persen proyek fisik belum rampung.
Setelah ditelusuri, ternyata alamat perusahaan di Jalan Sumber Wuni Indah A-30/34 Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur itu dipinjam oleh seseorang bernama Fais.
Weiss disebut-sebut dekat dengan pejabat yang mengelola dan mengawasi seluruh operasional PT Sarana Multi Infrastruktur yang telah memberikan pinjaman kepada Pemprov Maluku senilai Rp 700 miliar.
Menurut sumber media berita ambon, Weiss sendirilah yang langsung terjun dan aktif berkomunikasi dengan pejabat Federasi Nasional.
Untuk mempercepat proses, kata sumber itu, Wakil selalu mengedepankan nama-nama pejabat dari Biro Pemeriksa Keuangan. “Dia selalu membawa nama-nama pejabat BBK, termasuk dalam proses pertukaran,” tambah sumber itu.
Weiss sendiri sangat tertutup dan tidak menjawab panggilan telepon atau pesan teks yang dikirim kepadanya. Meski awalnya Weiss berkomunikasi dengan berita ambon, namun saat mengetahui akan menghadapi masalah air bersih di Pulau Haruko, Weiss tidak menjawab panggilan dan SMS yang dikirim.
prosedur hukum
Terhadap ketentuan ini, masyarakat DPRD Maluku mendesak agar segera mengeluarkan rekomendasi proses kepada kontraktor yang tidak mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak.
Sebagai lembaga pemerintah yang memiliki fungsi pengawasan, DPRD dapat mengeluarkan rekomendasi untuk mewajibkan aparat penegak hukum melakukan tindakan hukum terhadap kontraktor proyek yang dibiayai SMI, kata Dekan Fakultas Hukum UKIM John Hartbase.
Articlebessy kepada media berita di Ambon, Selasa (29/6).
Menurut dia, rekomendasi tersebut terkait dengan rujukan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh kontraktor dengan tidak menyelesaikan proyek dalam batas waktu yang ditentukan.
Dikatakannya, perbuatan melawan hukum ini dapat dibuktikan ketika fasilitas penunjang penyelesaian proyek ini tidak terpenuhi sampai dengan batas waktu pengerjaan yang jatuh tempo hari ini 30 Juni 2020, sehingga sudah ada dalam hal perbuatan melawan hukum tersebut.
“Prosedur ini dilakukan karena batas waktu pelaksanaan proyek itu tanggal 30, artinya kalau sudah selesai akan berupa bak dan pipa yang harus dipasang. Tapi kalau tidak selesai, ada indikasi pekerjaan ilegal.”
Dikatakan, dengan rekomendasi tersebut dapat menjadi penyeimbang bagi keberlangsungan proses hukum karena kepentingan masyarakat diekspresikan oleh DPRD.
Mengenai materi yang mencurigakan, Articlebessy mengatakan itu adalah kewenangan penegak hukum untuk mengidentifikasi materi yang melanggar.
Tanya DPRD tegas
Dihubungi terpisah, Ketua GMKI Cabang Ambon Josias Tiven meminta DPRD Maluku berani mengeluarkan rekomendasi proses hukum terkait masalah air bersih Haruku.
“DRC harus berani mengeluarkan rekomendasi prosedur hukum karena belum selesai dan itu masalah hukum,” kata Tefen kepada media berita ambon, Selasa (29/6).
Dia menjelaskan, sejak awal, media memberitakan bahwa pekerjaan sempat terhenti selama beberapa bulan, meski menghabiskan 75 persen anggaran. Namun, sejauh ini, DPR sebagai lembaga yang menjalankan fungsi pengawasan anggaran belum mengambil langkah apa pun, padahal proyek tersebut jelas menggunakan uang rakyat.
Tiffin juga menyoroti kinerja DPRD Maluku yang dinilai buruk, karena fungsi pengendalian penggunaan anggaran dan kinerja pemerintah sama sekali tidak berjalan.