Qunut Menurut Muhammadiyah dan NU

Berbicara tentang qunut seolah tak ada habisnya. Padahal permasalahan ini telah selesai dibahas oleh para ulama’ terdahulu. Bahkan dalam pandangan 2 ormas terbesar di Indonesia yaitu Muhammadiyah dan NU, qunut adalah perkara khilafiah (perbedaan pendapat).

 

Qunut Subuh

Dalam masalah qunut ini, NU berpegangan dengan madzhab Syafii yang menyebut bahwa qunut, terutama qunut subuh adalah sunnah.

Bahkan qunut dimasukkan dalam sunnah ab’adh dalam shalat subuh, yang jika ditinggalkan maka disunnahkan untuk melakukan sujud sahwi.

Adapun menurut Muhammadiyah, qunut subuh tidak disunnahkan. Sebab dalil-dalil yang ada lebih cenderung kepada qunut nazilah, qunut ketika terjadi bencana atau musibah yang menimpa kaum muslimin.

Perbedaan dalam hal ini juga masyhur dikalangan para imam yang empat. Syafii dan Maliki berpendapat bahwa qunut subuh disunnahkan. Sementara menurut Hanafiyah dan Hanabilah bahwa qunut subuh tidak dimasyru’kan.

 

Qunut Nazilah

Menurut KH Mustafa Bisri, bahwa qunut itu secara bahasa bisa diartikan sebagai tunduk dan patuh. Adapun nazilah adalah bencana atau musibah.

Qunut nazilah dilaksanakn di akhir rakaat setiap shalat lima waktu. Dan hal ini pernah dicontohkan Nabi saat sahabat ahli al Quran dibunuh oleh orang-orang dzalim dari Bani Sulaim. Setelah mendengar kabar buruk itu, Nabi dan sahabatnya melaukan qunut selama 1 bulan penuh dan mendoakan kecelakaan bagi mereka yang berbuat aniaya.

Dalam pandangan Nahdlatul Ulama’, qunut nazilah adalah sunnah hai’ah, yaitu sunnah yang bila ditinggalkan maka tidak ada kesunnahan untuk melakukan sujud sahwi. Dan hal ini berbeda dengan qunut subuh yang dihukumi sunnah ab’adh.

Namun menurut Muhammadiyah, qunut nazilah tidak terlalu disunnahkan, sebab dalil-dalil tentang qunut nazilah telah dimansukh terutama dalam hal lafal pelaknatan terhadap suatu kaum. Adapun bila menggunakan doa dengan redaksi lain maka sifatnya dibolehkan.

NU sendiri memilih menyatakan qunut nazilah ini sebagai sunnah Nabi yang tidak terhapus. Sebab pada masa Umar pun, beliau juga melakukan qunut nazilah dan beberapa sahabat yang lain juga demikian.

 

Qunut Witir

Adapun terkait qunut nazilah, maka NU memberi pilihan sesuai pandangan umum para ulama’ terdahulu. Bahwa qunut nazilah menurut madzhab Hanafi adalah dianjurkan di akhir shalat witir sebelum ruku’.

Menurut madzhab Syafii dan Ahmad bin Hanbal, bahwa qunut witir dilaksanakan di akhir rakaat witir, setelah ruku’. Perbedaan dalam hal ini adalah perbedaan yang telah ada di zaman salaf.

Adapun dalam pendapat Muhammadiyah, sebagaimana dituliskan oleh Abdul Munir bahwa pihak Muhammadiyah belum mentarjih terkhusus qunut witir ini.

Untuk doa qunut witir adalah sama dengan doa qunut subuh atau qunut nazilah. Boleh ditambah atau dirubah. Sebab tidak ada ketentuan khusus dengan doa khusus.

Qunut witir ini bahkan juga dilakukan sepanjang tahun oleh Hasan al Basri, Qatadah dan para tabiin yang lainnya.

 

Lalu pilih yang mana ?

Bijak adalah jalan keluar dari perbedaan pendapat ini. yang ingin melaksanakan qunut maka silakan melaksanakan qunut dan tidak menganggap rendah yang meninggalkan qunut.

Begitu juga yang meninggalkan qunut tidak perlu menganggap orang yang melaksanakan qunut sebagai ahli bid’ah. Sebab masing-masing diantara mereka memiliki hujjah dan dalil yang kuat. Baik itu dalam masalah qunut subuh, witir atau nazilah.

Jadi, boleh ikut muhammadiyah atau ikut Nahdlatul Ulama’. ^^

 

Qunut Menurut Muhammadiyah dan NU

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kembali ke Atas